Menu

Senin, 24 Juni 2013


UNIVERSALITAS FUNGSI IBU
DALAM KEHIDUPAN ANAK




PENDAHULUAN
Dalam bukunya Madzâ 'Ani Al-Mar'ah?, Nurdin Eter sempat menuturkan sebagian bendera orientalis dalam semboyan mereka mengangkat martabat wanita dengan berkata "Wanita adalah setengah dari masyarakat". Lebih menarik lagi komentar Nurdin Eter dalam menanggapi semboyan plastik itu dengan berkata bahwa "Islam mengangkat wanita tidak sebatas setengah dari masyarakat, namun lebih dari setengah masyarakat".
Polemik tentang feminisme memang kerap menjadi roti bakar dalam berbagai perdebatan ilmiah. Tak jarang isu-isu yang menuntut persamaan hak laki-laki dan perempuan dikibarkan, dan menuduh orang yang tidak mendukungnya adalah para pelanggar HAM. Tak sebatas itu, konsep-konsep wanita Eropa yang tengah tertindas pun diusung, disamakan dengan wanita muslimah yang jelas telah diatur strata sosialnya oleh Syariat sedemikian indah. Hawa nafsu pun menjadi penopang pertama dalam usaha penyelundupan paham ini. Tak jarang banyak wanita muslimah telah lari dari posisi wajibnya sebagai istri yang semestinya diajarkan oleh Islam. Tak jarang pula mereka lupa akan tugas dan bagaimana posisi mereka dalam kodratnya berkeluarga.


Terlepas dari permasalahan di atas, banyak tulisan-tulisan muncul untuk menunjukkan peran penting kaum ibu dalam membina keluarga. Sebagian mengatakan bahwa ibu adalah madrasah pertama bagi anak. Sebagian yang lain mencoba memberi solusi dengan menyadarkan arti peran ibu dalam posisinya sebagai madrasah keluarga. Namun problematika yang selanjutnya terjadi adalah ternyata para ibu semakin banyak yang tidak paham dengan posisi mereka, atau bahkan tidak tahu sama sekali tentang hal itu, atau mungkin kalau mereka paham dan tahu, ternyata dalam praktikum, mereka masih bernilai nol tidak ada pengmalannya. Dengan arti kata lain, sebenarnya seorang wanita itu ingin sekali menjadi ibu sholehah, namun tabiat nafsunya masih saja kerap menang ketika dihadapkan dengan kenyataan, sehingga masih bernilai nol.
Selain sebagai madrasah bagi anak, ternyata seorang ibu rumah tangga pun sebenarnya bertanggung jawab sebagai madrasah untuk suaminya. Tak jarang banyak suami yang lebih menurut pada istrinya dari pada sama ibu kandungnya sendiri. Dan tak jarang pula suami meminta nasehat dan pendapat istri ketika ia sedang menghadapi masalah. Di sinilah terlihat tanggung jawab istri sebagai madrasah kedua untuk suami. Tidak melulu membicarakan perannya sebagai madrasah untuk anak, namun ibu juga adalah madrasah untuk suami.
Berangkat dari dua poin uraian diatas, ibu sebagai madrasah untuk anak, dan juga madrasah untuk suami. Terasa perlu suatu kajian khusus bagaimanakah sebenarnya qimah atau nilai seorang ibu dalam keluarga? Dan bagaimana peran ibu dalam posisisinya sebagai madrasah untuk anak dan suami, apa saja yang harus dia lakukan dalam praktikumnya menjadi mar'atu al-solihah dan pandangan islam.

KEDUDUKAN KAUM IBU DALAM ISLAM
Dalam al-Quran dituturkan kemulian sang ibu diantaranya dari cerita bagaimana Maryam memperjuangkan putranya Nabi Isa as. ketika harus lahir tanpa ayah. Dalam surat Ali Imran dan Toha diceritakan Maryam sebenarnya adalah seorang gadis yang sangat menjaga agama dan kehormatannya, tapi anehnya takdir, Allah swt malah memilih dia sebagai seorang ibu untuk cikal bakal Nabi Isa, ruhullah. Ia pun sempat mendapatkan fitnah dari kaumnya, hingga untuk menghindari fitnah itu ia bernadzar untuk berpuasa bungkam mulut, tidak berbicara. Ketika ada seorang kaumnya yang menuduhnya siapa yang menghamilinya, ia hanya berisyarat pada bayinya, Nabi Isa as., hingga terjadilah mukjizat yang sempat menggemparkan Bani Israel waktu itu, yaitu Nabi Isa berbicara dengan fasih akan kenabiannya dalam usia balita. Salah satu hal yang diucapkan oleh Nabi Isa adalah "wa barran bi walidati", yang berarti menerangkan kewajiban berbakti pada ibu kita. Hal yang sangat unik, tidak ada cerita dalam al-Quran yang mendetail tentang wanita kecuali cerita kehidupan Maryam yang begitu tabah dalam keteguhannya.
Dalam hadist juga banyak dituturkan bagaimana kuluhuran seorang ibu dalam islam. Dalam sohih  muslim diriwayatkan oleh abu harairoh, Nabi Muhammad saw meninggikan dan mendahulukan seorang ibu tiga kali daripada seorang ayah. Hadist lain yang lebih masyhur kita dengar adalah bahwa surga itu berada di telapak kaki ibu.
Uways al-Qarani yang berasall dari Yaman, seorang tabi'i yang karena dengan katabahan hatinya menuruti kata ibunya untuk tidak berjihad dan berbakti saja pada ibunya, betapa mulianya ia karena ibunya, hingga Rosulallah saw. menitip pesan salam padanya kepada sahabat Umar bin Khotob dan Ali ra. Padahal Rosulallah saw. sama sekali tidak pernah berjumpa dengan yang namanya Uways al-Qarani itu, namun karena ibunya, Uways al-Qarani menjadi mulia hingga mendapatkan gelar "khoiru al-tabiin".
Dari uraian-uraian di atas dapat kita ambil pelajaran dari tiga sisi, pertama bagaimana wanita yang mulia dan sholehah terpilih untuk mencetak generasi yang mulia melalui seorang ibu seperti halnya Maryam yang melahirkan nabi besar Isa as. Kedua, bagaimana tingginya kedudukan seorang ibu dalam kehidupan ini hingga tiga kali rosulallah menjawab dengan 'ummuka' ketika salah satu sahabat bertanya siapa yang lebih berhak untuk kita berbuat baik. Ketiga, ibu juga adalah suatu wahana untuk mencetak kader-kader bertakwa seperti uways al-qarani yang mendapatkan kemuliaan karena berbakti pada ibunya.

2 komentar: