UNIVERSALITAS FUNGSI
IBU
DALAM KEHIDUPAN ANAK
PENDAHULUAN
Dalam bukunya Madzâ 'Ani
Al-Mar'ah?, Nurdin Eter sempat menuturkan sebagian bendera orientalis dalam
semboyan mereka mengangkat martabat wanita dengan berkata "Wanita
adalah setengah dari masyarakat". Lebih menarik lagi komentar Nurdin
Eter dalam menanggapi semboyan plastik itu dengan berkata bahwa "Islam
mengangkat wanita tidak sebatas setengah dari masyarakat, namun lebih dari
setengah masyarakat".
Polemik
tentang feminisme memang kerap menjadi roti bakar dalam berbagai perdebatan
ilmiah. Tak jarang isu-isu yang menuntut persamaan hak laki-laki dan perempuan
dikibarkan, dan menuduh orang yang tidak mendukungnya adalah para pelanggar
HAM. Tak sebatas itu, konsep-konsep wanita Eropa yang tengah tertindas pun
diusung, disamakan dengan wanita muslimah yang jelas telah diatur strata
sosialnya oleh Syariat sedemikian indah. Hawa nafsu pun menjadi penopang
pertama dalam usaha penyelundupan paham ini. Tak jarang banyak wanita muslimah
telah lari dari posisi wajibnya sebagai istri yang semestinya diajarkan oleh
Islam. Tak jarang pula mereka lupa akan tugas dan bagaimana posisi mereka dalam
kodratnya berkeluarga.
Terlepas
dari permasalahan di atas, banyak tulisan-tulisan muncul untuk menunjukkan
peran penting kaum ibu dalam membina keluarga. Sebagian mengatakan bahwa ibu
adalah madrasah pertama bagi anak. Sebagian yang lain mencoba memberi solusi
dengan menyadarkan arti peran ibu dalam posisinya sebagai madrasah keluarga.
Namun problematika yang selanjutnya terjadi adalah ternyata para ibu semakin
banyak yang tidak paham dengan posisi mereka, atau bahkan tidak tahu sama
sekali tentang hal itu, atau mungkin kalau mereka paham dan tahu, ternyata
dalam praktikum, mereka masih bernilai nol tidak ada pengmalannya. Dengan arti
kata lain, sebenarnya seorang wanita itu ingin sekali menjadi ibu sholehah,
namun tabiat nafsunya masih saja kerap menang ketika dihadapkan dengan
kenyataan, sehingga masih bernilai nol.
Selain
sebagai madrasah bagi anak, ternyata seorang ibu rumah tangga pun sebenarnya
bertanggung jawab sebagai madrasah untuk suaminya. Tak jarang banyak suami yang
lebih menurut pada istrinya dari pada sama ibu kandungnya sendiri. Dan tak
jarang pula suami meminta nasehat dan pendapat istri ketika ia sedang menghadapi
masalah. Di sinilah terlihat tanggung jawab istri sebagai madrasah kedua untuk
suami. Tidak melulu membicarakan perannya sebagai madrasah untuk anak, namun
ibu juga adalah madrasah untuk suami.
Berangkat
dari dua poin uraian diatas, ibu sebagai madrasah untuk anak, dan juga madrasah
untuk suami. Terasa perlu suatu kajian khusus bagaimanakah sebenarnya qimah
atau nilai seorang ibu dalam keluarga? Dan bagaimana peran ibu dalam
posisisinya sebagai madrasah untuk anak dan suami, apa saja yang harus dia
lakukan dalam praktikumnya menjadi mar'atu al-solihah dan pandangan
islam.
KEDUDUKAN KAUM IBU DALAM ISLAM
Dalam
al-Quran dituturkan kemulian sang ibu diantaranya dari cerita bagaimana Maryam
memperjuangkan putranya Nabi Isa as. ketika harus lahir tanpa ayah. Dalam surat Ali Imran dan Toha
diceritakan Maryam sebenarnya adalah seorang gadis yang sangat menjaga agama
dan kehormatannya, tapi anehnya takdir, Allah swt malah memilih dia sebagai
seorang ibu untuk cikal bakal Nabi Isa, ruhullah. Ia pun sempat mendapatkan
fitnah dari kaumnya, hingga untuk menghindari fitnah itu ia bernadzar untuk
berpuasa bungkam mulut, tidak berbicara. Ketika ada seorang kaumnya yang
menuduhnya siapa yang menghamilinya, ia hanya berisyarat pada bayinya, Nabi Isa
as., hingga terjadilah mukjizat yang sempat menggemparkan Bani Israel waktu
itu, yaitu Nabi Isa berbicara dengan fasih akan kenabiannya dalam usia balita.
Salah satu hal yang diucapkan oleh Nabi Isa adalah "wa barran bi
walidati", yang berarti menerangkan kewajiban berbakti pada ibu kita.
Hal yang sangat unik, tidak ada cerita dalam al-Quran yang mendetail tentang
wanita kecuali cerita kehidupan Maryam yang begitu tabah dalam keteguhannya.
Dalam
hadist juga banyak dituturkan bagaimana kuluhuran seorang ibu dalam islam.
Dalam sohih muslim diriwayatkan oleh abu
harairoh, Nabi Muhammad saw meninggikan dan mendahulukan seorang ibu tiga kali
daripada seorang ayah. Hadist lain yang lebih masyhur kita dengar adalah bahwa
surga itu berada di telapak kaki ibu.
Uways
al-Qarani yang berasall dari Yaman, seorang tabi'i yang karena dengan
katabahan hatinya menuruti kata ibunya untuk tidak berjihad dan berbakti saja
pada ibunya, betapa mulianya ia karena ibunya, hingga Rosulallah saw. menitip
pesan salam padanya kepada sahabat Umar bin Khotob dan Ali ra. Padahal
Rosulallah saw. sama sekali tidak pernah berjumpa dengan yang namanya Uways
al-Qarani itu, namun karena ibunya, Uways al-Qarani menjadi mulia hingga
mendapatkan gelar "khoiru al-tabiin".
Dari
uraian-uraian di atas dapat kita ambil pelajaran dari tiga sisi, pertama
bagaimana wanita yang mulia dan sholehah terpilih untuk mencetak generasi yang
mulia melalui seorang ibu seperti halnya Maryam yang melahirkan nabi besar Isa
as. Kedua, bagaimana tingginya kedudukan seorang ibu dalam kehidupan ini hingga
tiga kali rosulallah menjawab dengan 'ummuka' ketika salah satu sahabat
bertanya siapa yang lebih berhak untuk kita berbuat baik. Ketiga, ibu juga
adalah suatu wahana untuk mencetak kader-kader bertakwa seperti uways al-qarani
yang mendapatkan kemuliaan karena berbakti pada ibunya.
horse dildo,sex chair,sex chair,wholesale sex toys
BalasHapusvibrators,dog dildo,dildos,realistic dildo
BalasHapus