Menu

Senin, 17 Februari 2014

Yasȋn, Menguak Esensial Sains Dan Teologi Keilmuan Islam

Yasȋn, Menguak Esensial Sains
Dan Teologi Keilmuan Islam
Oleh: Mohamad Bejo, Lc.



Pendahuluan
Galileo Galilei, nama itu mungkin akan mengingatkan kita pada seorang ilmuwan yang telah dihukum oleh pihak Gereja Eropa karena mempertahankan sains yang secara dzohir-nya bertentangan dengan ajaran agama kristen waktu itu[1]. Tak luput cerita Sokrates yang terpaksa lebih memilih minum racun daripada mengikuti dan mempercayai kehendak bangsa Yunani tentang ketuhanan mereka. Kenyataan itu mungkin adalah salah satu gambaran bagaimana ilmu pengetahuan itu berbenturan dengan teologi yang dianut oleh sekelompok masyarakat.
Secara rasional, jika suatu ajaran itu benar-benar hakiki maka tidak mungkin akan berbenturan dengan ilmu pengetahuan. Hal ini karena, apabila ajaran ketuhanan itu menjelaskan tentang bagaimana penciptanya membuat alam ini, maka ketika akal manusia ingin menemukan hakikat itu tidaklah mungkin aka berbenturan antara keterangan pembuat dengan hasil buatannya. Tidak lah mungkin Tuhan akan salah atau berbohong tentang proses bagaimana dia menciptakan alam ini. Apa yang kurang dari kekuasaan Tuhan sehingga dia harus berbohong atau salah? Tentunya tidak ada, bahkan dalam Alquran banyak sekali statemen yang mengungkapkan bahwa ilmu pengetahuan merupakan ayat kedua setelah ayat literatur tertulis Alquran, yang menunjukkan akan esensial ketuhanan yang Esa.


Berpijak dari hubungan antara sains dan teologi ketuhanan, maka Alquran akan datang sebagai bendera pembuktian kebenaran ini. Banyak sekali penemuan-penemuan modern mengungkap realita yang ternyata telah lebih dahulu dijelaskan dalam Alquran. Jika terjadi benturan antara Alquran dan sains, maka ada beberapa kemungkinan yang akan kita pertanyakan, sains itu yang salah, atau Alquran itu yang salah? Tentunya kita tidak akan menyalahkan Alquran dalam masalah ini, sehingga perlu diadakan tinjauan ulang pada ilmu pengetahuan itu. Sains lah yang seharusnya diperdalam dan dilarat karena sains hanya bersifat aqli, dan Alquran bersifat naqli dari wahyu yang tidak bisa dirubah.
Ini berbeda dengan kasus yang terjadi antara perbedaan pemahaman galileo dengan pihak gereja. Pertama, karena tidak ada secara jelas dalam injil mengatakan matahari itu berputar mengitari matahari. Kedua, andai itu ada sudah pasti kita meragukan injil yang telah ternodai oleh tangan-tangan para paus dan pendeta-pendetanya. Berbeda dengan Alquran yang telah jelas janji Allah swt untuk menjaganya dari tangan-tangan batil.
Akan tetapi kenyataan tidak demikian, Alquran justru malah menguatkan sains, dan sains menguatkan Alquran. Seperti contohnya saja ketika pertengahan abad 20 ada seorang ilmuwan yang mempertanyakan kenapa dalam QS. an Nahl 68, ketika Allah mewahyukan kepada lebah untuk bekerja, bentuk perintahnya berupa muanatsani ittakhidzii”? Bukannya yang pantas bekerja itu adalah pejantan? Akan tetapi keraguan itu pun terjawab setelah sains menemukan bahwa lebah betina lah yang bekerja untuk mencari makanan, bukan pejantan. Bahkan jika ada lebah yang berani menyengat kita, sains mengatakan bahwa lebah itu adalah lebah betina bukan jantan.
Memotong dari kesinambungan beberapa hal di atas, surat Yasin yang sering kita baca dalam berbagai halaqoh, dan fadlilahnya juga banyak dituturkan oleh ulama, ternyata surat ini juga tidak terlepas menjelaskan beberapa hal yang berhubungan dengan sains. Pada awal surat diceritakan tentang tiga utusan Nabi Isa yang didustakan oleh kaumnya, bahkan mereka menyiksa salah satu dari orang-orang yang beriman. Namun ahirnya mereka mendapatkan adzab dari Allah swt. Kenapa mereka tidak beriman, padahal Allah telah memberikan tanda-tanda pembuktian eksistensinya? Lalu apa saja tanda-tanda itu? Allah swt menuturkan tiga bukti dalam surat Yasin yang menjelaskan eksistensinya, dan ternyata juga erat sekali hubungannya dengan ilmu pengetahuan.
Peralihan Bumi Setelah Kematian
Dalam QS. Adz Dzariyat 47 telah disinggung bagaimana kehebatan Alquran dalam menjelaskan teori Big Bang sebagai asal muasal penciptaan.
Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.
Terlepas dalam proses selanjutnya dalam QS. Al A’raf 54 dan beberapa ayat lainnya menyatakan bahwa masa penciptaan itu hanya berproses selama enam hari. Dalam uraian berbagai tafsir disebutkan bahwa kata hari yang diungkapkan dalam Alquran itu adalah masa hari di dunia bukan masa hari menurut Allah swt., yang mana satu hari sama dengan seribu tahun masa dunia.
Berbagai teori tentang pembentukan bumi pun muncul. Ada teori Nebula yang mengatakan bahwa tata surya pada awalnya berbentuk gas raksasa yang bercahaya dan berputar berlahan-lahan. Massa ini berangsur-angsur mendingin mengecil dan mendekati bentuk bola. Rotasi ini semakin lama semakin tinggi. Akibatnya, bagian tengah massa itu menggelembung. Akhirnya lingkaran materi terlempar keluar. Lingkaran ini mendingin mengecil dam akhirnya menjadi planet yang salah satunya adalah bumi yang kita tempati ini. Ada juga teori lain seperti Planetesimal, Teori Pasang, Lyttleton, dan Awan Debu. Dari berbagai macam teori yang diajukan itu semua sepakat mengatakan bahwa bumi berasal dari benda yang mati. Materi-materi penyusun bumi adalah berupa partikel-partikel yang tidak bersifat abiotik dan bahkan bersuhu sangat tinggi pada awal pembentukannya. Lalu mendingin dan mulai membentuk molekul air. Dari molekul air inilah terbentuk awal kehidupan berupa protoplasma yang 99% terdiri dari air. Sesuai dengan apa yang diisyaratkan dalam QS. al Anbiya 30,
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
Setelah awal kehidupan mulai muncul maka semakin hari semakin banyak dan akhirnya membentuk kehidupan. Hal sesuai dengan apa yang diisyaratkan dalam QS. Yasin 33 yang menyatakan bahwa bumi ini asalnya adalah mati lalu Allah swt menghidupkannya dan kemudian mengeluarkan dari bumi itu biji-bijian sebagai dasar perkembangbiakan kehidupan.
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan (QS. Yasin 33).
Peredaran Falakiyah Tata Surya
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan (QS. Yasin 37)
Tanda kedua yang dituturkan dalam surat Yasin adalah pergantian siang dan malam. Dari pergantian siang dan malam itu maka akan timbul pertanyaan, matahari yang berputar atau bumi yang berputar? Inilah yang dulu pernah membuat Galileo dihukum oleh pihak gereja karena mengatakan bumi itu berputar, yang mana para penganut gereja waktu itu percaya bahwa mataharilah yang berputar.
Jika kita telaah secara historis sebenarnya dalam Alquran tidak ada yang mengatakan bahwa matahari itu berevolusi memutari bumi. Kemungkinan yang lebih mendekati adalah sebenarnya kepercayaan matahari mengelilingi bumi itu berasal dari hasil turun temurunnya kasap mata orang dahulu yang hanya memandang sekilas tentang lintasan matahari di katulistiwa. Karena tentunya ahli falak yang sedikit dan banyaknya cerita-cerita yang berhubungan dengan waktu maka tak jarang penceritera mengatakan bahwa matahari terbit dari timur yang sepintas mengisyaratkan bahwa matahri adalah subjek yang mengerjakan pekerjaan ‘terbit’, padahal kenyataannya tidak demikian.
Lalu jika bumi lah yang mengitari matahari maka bagaimana tafsir QS. Yasin 38 yang mengatakan “wa asy syamsu tajrii li mustaqorillahaa”, kata tajrii berarti matahari itu berjalan? Inilah yang akan menjadi tanda kehebatan Alquran dalam merespon ilmu pengetahuan. Ternyata selain sebagai pusat dari tata surya matahari juga adalah salah satu bagian dari bintang-bintang yang mengelilingi Galaksi Bima Sakti. Jadi, selain menjadi pusat tata surya, matahari bersama planet-planetnya juga berputar lagi mengelilingi pusat galaksi. Dan inilah maksud dari kata tajrii -wa Allahu a’lam- yang termaktub dalam QS. Yasin 38.
Kemudian dituturkan lagi bahwa tidak seyogyanya matahari itu mendahului rembulan dan juga tidak seyogyanya malam mendahului siang.
Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan, dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya (QS. Yasin 40).
Dari ayat di atas dapat kita ketahui bahwa matahari mempunyai peredaran tersendiri dari peredaran bulan. Dan dari masing-masing peredaran itu kemudian manusia membuat penanggalan tahun dan bulan. Penanggalan dari matahari ini kita kenal sekarang dengan istilah syamsiyah, dan penanggalan dari peredaran bulan kita kenal dengan qomariyah.
Dituturkan dalam sebuah tafsir bahwa yang dimaksud dengan ‘matahari tidak bisa mendapatkan bulan’ adalah bahwa kecepatan matahari dalam melintasi lintasan orbitnya lebih lama dari pada bulan dalam melintasi orbitnya. Hal ini pun terbukti dalam astronomi modern yang menguraikan bahwa orbit matahari satu lintasan dalam mengelilingi pusat galaksi bima sakti membutuhkan waktu 240 juta tahun dibanding dengan orbit bulan yang hanya 27,3 hari dalam mengelilingi bumi[2]. Inilah kehebatan Alquran yang menjelaskan hal modern dengan sangat simpel sejak 14 abad yang lalu.
Massa Jenis Dan Gravitasi Suatu Materi
Dalam QS. Yasin 41 dituturkan:
Dan suatu tanda (kebesaran Allah yang besar) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan.
Ayat di atas sedikit banyak menyinggung suatu keanehan alam di sekitar kita kenapa kapal yang begitu besar dan berat tidak tenggelam dalam laut? Secara ilmiah kita akan mengatakan bahwa jawabannya adalah karena massa jenis air laut lebih besar daripada massa jenis kapal dan muatannya. Jadi walaupun kapal diisi penuh, selama masa jenisnya lebih kecil daripada masa jenis air laut maka dia akan mengapung.
Berbicara tentang masa jenis maka secara matematik dirumuskan berbanding lurus dengan massa dan berbanding terbalik dengan volum. Semakin banyak massa suatu benda maka massa jenisnya pun akan semakin banyak. Tetapi jika volum benda semakin besar maka masa jenis benda tersebut akan semakin kecil. Dan inilah salah satu hikmah kenapa kapal berbentuk seperti mangkok, gunanya adalah untuk memperkecil massa jenis.
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana bisa suatu benda memiliki massa jenis yang berbeda? Kenapa massa jenisnya bisa berbeda-beda? Dan kenapa pula massa benda-benda bisa berbeda? Dan siapa yang pertama kali mengajari tentang perbedaan massa jenis itu? Jawabanya adalah kita kembali ke QS. Yasin 41, bahwa inilah tanda akan eksistensi Allah swt, sang pencipta.
Walaupun pemahaman massa jenis ini sudah ditemukan jauh dahulu di zaman Yunani akan tetapi setidaknya bisa kita jadikan pelajaran, karena dengan mempelajari peristiwa-peristiwa di sekeliling kita, maka kita akan tergugah untuk lebih mengetahui ilmu yang lebih tinggi. Jika kita kaji lebih dalam maka massa jenis ini akan ada kaitannya dengan gravitasi. Gravitasi timbul karena benda itu mempunyai massa yang berkaitan dengan massa jenis. Semakin besar massa suatu benda maka semakin besar pula gaya gravitasinya. Jadi gambarannya adalah bumi itu menarik air, kapal, dan semua benda-benda di sekelilingnya dengan daya tarik yang sama. Nah, pertanyaannya adalah jika kita katakan bumi menarik benda sekelilingnya dengan daya tarik yang sama maka akan ada kejanggalan terhadap suatu pernyataan yang mengatakan permukaan air itu datar. Jika permukaan air itu datar maka air laut yang ada di samudra luas tidak akan berbentuk bulat mengikuti gravitasi bumi, akan tetapi kenyataannya air di laut pun mengikuti gravitasi bumi, dengan artian memiliki ketinggian sama di setiap lengkungan bumi. Jika bumi berbentuk bola maka airnya yang ditarik juga akan bebentuk sebuah lapisan seperti bola. Dan inilah yang dibuktikan ketika kita melihat kapal datang dari tengah laut, kita akan pertama kali melihat layarnya dulu baru sedikit demi sedikit semua awak kapal akan terlihat. Pemikiran ini akan menyanggah bahwa Waterpas bukanlah alat yang sesuai untuk mengukur datarnya suatu permukaan karena air sendiri tidak besifat datar nol derajat, tetapi mengikuti kelengkungan bumi.
Kemudian pada ayat selanjutnya Allah berfirman:
Dan Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu (QS. Yasin 42).
Ayat ini mengisyaratkan bahwa selain Allah swt selain menciptakan kapal penumpang yang besar dan bisa berlayar di laut Allah swt juga akan menciptakan sebuah kendaran pembawa manusia yang semisal kapal. Hal ini terbukti dengan ditemukannya pesawat terbang dan angkutan-angkutan transportasi modern dimana alat itu dapat menampung beban besar seperti halnya kapal di laut.
Kemudian, apa bukti bahwa massa jenis dan gravitasi adalah rahmat dari Allah swt? Dalam QS. Yasin 43-44 dituturkan:
Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka, maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan.
Tetapi (Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika.
Dalam dua ayat di atas jelas disebutkan bahwa jika Allah berkehendak pastilah kapal itu tidak lagi mengapung di air. Dengan kata lain hukum Archimides tentang perbandingan massa jenis air dan kapal tidak akan lagi berlaku karena semua itu atas kehendak Allah swt untuk menunjukkan rahmatnya pada kita, agar kita bersyukur.
Penutup
Alquran adalah mukjizat terbesar yang dianugrahkan Allah swt kepada Nabi besar Muhammad saw. Kemukjizatan yang tidak terhenti oleh zaman ini membuktikan eksistensinya dalam menghadapi tantangan dunia sains modern dengan pencerahan-pencerahan tersembunyi di balik ayat-ayatnya. Ternyata ayat-ayat yang 14 abad lalu telah banyak mengungkap penemuan-penemuan sains modern. Tak jarang dalam Alquran Allah swt sering mengingatkan manusia untuk berfikir menalar Alam dan kejadiannya seperti yang termaktub dalam QS. Yasin 33 sampai 44, yang secara emplisit menerangkan tiga poin penting tentang kuasa Allah swt. Pertama, tentang penghidupan bumi setelah massa kematiannya. Kedua, peredaran falakiyah siang dan malam. Ketiga, hukum perbandingan massa jenis yang berlaku pada perahu yang tidak tenggelam.




[2] Lihat en.wikipedia.org/wiki/Milky_Way

Tidak ada komentar:

Posting Komentar