Yasȋn, Menguak Esensial Sains
Dan Teologi Keilmuan Islam
Oleh: Mohamad
Bejo, Lc.
Pendahuluan
Galileo Galilei,
nama itu mungkin akan mengingatkan kita pada seorang ilmuwan yang telah dihukum
oleh pihak Gereja Eropa karena mempertahankan sains yang secara dzohir-nya
bertentangan dengan ajaran agama kristen waktu itu[1]. Tak luput cerita Sokrates
yang terpaksa lebih memilih minum racun daripada mengikuti dan mempercayai
kehendak bangsa Yunani tentang ketuhanan mereka. Kenyataan itu mungkin adalah
salah satu gambaran bagaimana ilmu pengetahuan itu berbenturan dengan teologi
yang dianut oleh sekelompok masyarakat.
Secara rasional, jika suatu ajaran itu benar-benar hakiki maka tidak
mungkin akan berbenturan dengan ilmu pengetahuan. Hal ini karena, apabila ajaran
ketuhanan itu menjelaskan tentang bagaimana penciptanya membuat alam ini, maka
ketika akal manusia ingin menemukan hakikat itu tidaklah mungkin aka
berbenturan antara keterangan pembuat dengan hasil buatannya. Tidak lah mungkin
Tuhan akan salah atau berbohong tentang proses bagaimana dia menciptakan alam
ini. Apa yang kurang dari kekuasaan Tuhan sehingga dia harus berbohong atau
salah? Tentunya tidak ada, bahkan dalam Alquran banyak sekali statemen yang
mengungkapkan bahwa ilmu pengetahuan merupakan ayat kedua setelah ayat
literatur tertulis Alquran, yang menunjukkan akan esensial ketuhanan yang Esa.
Berpijak dari hubungan antara sains dan teologi ketuhanan, maka Alquran
akan datang sebagai bendera pembuktian kebenaran ini. Banyak sekali
penemuan-penemuan modern mengungkap realita yang ternyata telah lebih dahulu
dijelaskan dalam Alquran. Jika terjadi benturan antara Alquran dan sains, maka
ada beberapa kemungkinan yang akan kita pertanyakan, sains itu yang salah, atau
Alquran itu yang salah? Tentunya kita tidak akan menyalahkan Alquran dalam
masalah ini, sehingga perlu diadakan tinjauan ulang pada ilmu pengetahuan itu.
Sains lah yang seharusnya diperdalam dan dilarat karena sains hanya bersifat aqli,
dan Alquran bersifat naqli dari wahyu yang tidak bisa dirubah.
Ini berbeda dengan kasus yang terjadi antara perbedaan pemahaman galileo
dengan pihak gereja. Pertama, karena tidak ada secara jelas dalam injil
mengatakan matahari itu berputar mengitari matahari. Kedua, andai itu
ada sudah pasti kita meragukan injil yang telah ternodai oleh tangan-tangan
para paus dan pendeta-pendetanya. Berbeda dengan Alquran yang telah jelas janji
Allah swt untuk menjaganya dari tangan-tangan batil.
Akan tetapi kenyataan tidak demikian, Alquran justru malah menguatkan
sains, dan sains menguatkan Alquran. Seperti contohnya saja ketika pertengahan
abad 20 ada seorang ilmuwan yang mempertanyakan kenapa dalam QS. an Nahl 68, ketika
Allah mewahyukan kepada lebah untuk bekerja, bentuk perintahnya berupa muanats
“ani ittakhidzii”? Bukannya yang pantas bekerja itu adalah pejantan?
Akan tetapi keraguan itu pun terjawab setelah sains menemukan bahwa lebah
betina lah yang bekerja untuk mencari makanan, bukan pejantan. Bahkan jika ada
lebah yang berani menyengat kita, sains mengatakan bahwa lebah itu adalah lebah
betina bukan jantan.
Memotong dari kesinambungan beberapa hal di atas, surat Yasin yang sering
kita baca dalam berbagai halaqoh, dan fadlilahnya juga banyak dituturkan oleh
ulama, ternyata surat ini juga tidak terlepas menjelaskan beberapa hal yang
berhubungan dengan sains. Pada awal surat diceritakan tentang tiga utusan Nabi Isa
yang didustakan oleh kaumnya, bahkan mereka menyiksa salah satu dari
orang-orang yang beriman. Namun ahirnya mereka mendapatkan adzab dari Allah
swt. Kenapa mereka tidak beriman, padahal Allah telah memberikan tanda-tanda
pembuktian eksistensinya? Lalu apa saja tanda-tanda itu? Allah swt menuturkan
tiga bukti dalam surat Yasin yang menjelaskan eksistensinya, dan ternyata juga
erat sekali hubungannya dengan ilmu pengetahuan.
Peralihan
Bumi Setelah Kematian
Dalam QS. Adz Dzariyat
47 telah disinggung bagaimana kehebatan Alquran dalam menjelaskan teori Big
Bang sebagai asal muasal penciptaan.
Dan
langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami
benar-benar meluaskannya.
Terlepas dalam proses
selanjutnya dalam QS. Al A’raf 54 dan beberapa ayat lainnya menyatakan bahwa
masa penciptaan itu hanya berproses selama enam hari. Dalam uraian berbagai
tafsir disebutkan bahwa kata hari yang diungkapkan dalam Alquran itu adalah
masa hari di dunia bukan masa hari menurut Allah swt., yang mana satu hari sama
dengan seribu tahun masa dunia.
Berbagai teori tentang pembentukan bumi pun muncul. Ada teori Nebula yang
mengatakan bahwa tata surya pada awalnya berbentuk gas raksasa yang bercahaya
dan berputar berlahan-lahan. Massa ini berangsur-angsur mendingin mengecil dan
mendekati bentuk bola. Rotasi ini semakin lama semakin tinggi. Akibatnya,
bagian tengah massa itu menggelembung. Akhirnya lingkaran materi terlempar
keluar. Lingkaran ini mendingin mengecil dam akhirnya menjadi planet yang salah
satunya adalah bumi yang kita tempati ini. Ada juga teori lain seperti Planetesimal,
Teori Pasang, Lyttleton, dan Awan Debu. Dari berbagai macam teori yang diajukan
itu semua sepakat mengatakan bahwa bumi berasal dari benda yang mati.
Materi-materi penyusun bumi adalah berupa partikel-partikel yang tidak bersifat
abiotik dan bahkan bersuhu sangat tinggi pada awal pembentukannya. Lalu
mendingin dan mulai membentuk molekul air. Dari molekul air inilah terbentuk
awal kehidupan berupa protoplasma yang 99% terdiri dari air. Sesuai dengan apa
yang diisyaratkan dalam QS. al Anbiya 30,
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian
Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang
hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
Setelah awal kehidupan mulai muncul maka semakin hari semakin banyak dan
akhirnya membentuk kehidupan. Hal sesuai dengan apa yang diisyaratkan dalam QS.
Yasin 33 yang menyatakan bahwa bumi ini asalnya adalah mati lalu Allah swt
menghidupkannya dan kemudian mengeluarkan dari bumi itu biji-bijian sebagai dasar
perkembangbiakan kehidupan.
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi
mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari
padanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan (QS. Yasin
33).
Peredaran
Falakiyah Tata Surya
Dan
suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami
tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam
kegelapan (QS. Yasin 37)
Tanda kedua yang dituturkan dalam surat Yasin adalah pergantian siang dan
malam. Dari pergantian siang dan malam itu maka akan timbul pertanyaan,
matahari yang berputar atau bumi yang berputar? Inilah yang dulu pernah membuat
Galileo dihukum oleh pihak gereja karena mengatakan bumi itu berputar, yang
mana para penganut gereja waktu itu percaya bahwa mataharilah yang berputar.
Jika kita telaah secara historis sebenarnya dalam Alquran tidak ada yang
mengatakan bahwa matahari itu berevolusi memutari bumi. Kemungkinan yang lebih
mendekati adalah sebenarnya kepercayaan matahari mengelilingi bumi itu berasal
dari hasil turun temurunnya kasap mata orang dahulu yang hanya memandang
sekilas tentang lintasan matahari di katulistiwa. Karena tentunya ahli falak
yang sedikit dan banyaknya cerita-cerita yang berhubungan dengan waktu maka tak
jarang penceritera mengatakan bahwa matahari terbit dari timur yang sepintas
mengisyaratkan bahwa matahri adalah subjek yang mengerjakan pekerjaan ‘terbit’,
padahal kenyataannya tidak demikian.
Lalu jika bumi lah yang mengitari matahari maka bagaimana tafsir QS.
Yasin 38 yang mengatakan “wa asy syamsu tajrii li mustaqorillahaa”, kata
tajrii berarti matahari itu berjalan? Inilah yang akan menjadi tanda
kehebatan Alquran dalam merespon ilmu pengetahuan. Ternyata selain sebagai
pusat dari tata surya matahari juga adalah salah satu bagian dari
bintang-bintang yang mengelilingi Galaksi Bima Sakti. Jadi, selain menjadi
pusat tata surya, matahari bersama planet-planetnya juga berputar lagi
mengelilingi pusat galaksi. Dan inilah maksud dari kata tajrii -wa
Allahu a’lam- yang termaktub dalam QS. Yasin 38.
Kemudian dituturkan
lagi bahwa tidak seyogyanya matahari itu mendahului rembulan dan juga tidak
seyogyanya malam mendahului siang.
Tidaklah
mungkin bagi matahari mendapatkan bulan, dan malam pun tidak dapat mendahului
siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya (QS. Yasin 40).
Dari ayat di atas dapat kita ketahui bahwa matahari mempunyai peredaran
tersendiri dari peredaran bulan. Dan dari masing-masing peredaran itu kemudian
manusia membuat penanggalan tahun dan bulan. Penanggalan dari matahari ini kita
kenal sekarang dengan istilah syamsiyah, dan penanggalan dari peredaran
bulan kita kenal dengan qomariyah.
Dituturkan dalam sebuah tafsir bahwa yang dimaksud dengan ‘matahari tidak
bisa mendapatkan bulan’ adalah bahwa kecepatan matahari dalam melintasi lintasan
orbitnya lebih lama dari pada bulan dalam melintasi orbitnya. Hal ini pun
terbukti dalam astronomi modern yang menguraikan bahwa orbit matahari satu
lintasan dalam mengelilingi pusat galaksi bima sakti membutuhkan waktu 240 juta
tahun dibanding dengan orbit bulan yang hanya 27,3 hari dalam mengelilingi bumi[2]. Inilah kehebatan Alquran
yang menjelaskan hal modern dengan sangat simpel sejak 14 abad yang lalu.
Massa Jenis
Dan Gravitasi Suatu Materi
Dalam
QS. Yasin 41 dituturkan:
Dan
suatu tanda (kebesaran Allah yang besar) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut
keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan.
Ayat di atas sedikit banyak menyinggung suatu keanehan
alam di sekitar kita kenapa kapal yang begitu besar dan berat tidak tenggelam
dalam laut? Secara ilmiah kita akan mengatakan bahwa jawabannya adalah karena
massa jenis air laut lebih besar daripada massa jenis kapal dan muatannya. Jadi
walaupun kapal diisi penuh, selama masa jenisnya lebih kecil daripada masa
jenis air laut maka dia akan mengapung.
Berbicara
tentang masa jenis maka secara matematik dirumuskan berbanding lurus dengan
massa dan berbanding terbalik dengan volum. Semakin banyak massa suatu benda
maka massa jenisnya pun akan semakin banyak. Tetapi jika volum benda semakin
besar maka masa jenis benda tersebut akan semakin kecil. Dan inilah salah satu
hikmah kenapa kapal berbentuk seperti mangkok, gunanya adalah untuk memperkecil
massa jenis.
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana bisa
suatu benda memiliki massa jenis yang berbeda? Kenapa massa jenisnya bisa
berbeda-beda? Dan kenapa pula massa benda-benda bisa berbeda? Dan siapa yang
pertama kali mengajari tentang perbedaan massa jenis itu? Jawabanya adalah kita
kembali ke QS. Yasin 41, bahwa inilah tanda akan eksistensi Allah swt, sang
pencipta.
Walaupun pemahaman massa jenis ini sudah ditemukan jauh
dahulu di zaman Yunani akan tetapi setidaknya bisa kita jadikan pelajaran,
karena dengan mempelajari peristiwa-peristiwa di sekeliling kita, maka kita
akan tergugah untuk lebih mengetahui ilmu yang lebih tinggi. Jika kita kaji
lebih dalam maka massa jenis ini akan ada kaitannya dengan gravitasi. Gravitasi
timbul karena benda itu mempunyai massa yang berkaitan dengan massa jenis.
Semakin besar massa suatu benda maka semakin besar pula gaya gravitasinya. Jadi
gambarannya adalah bumi itu menarik air, kapal, dan semua benda-benda di
sekelilingnya dengan daya tarik yang sama. Nah, pertanyaannya adalah jika kita
katakan bumi menarik benda sekelilingnya dengan daya tarik yang sama maka akan
ada kejanggalan terhadap suatu pernyataan yang mengatakan permukaan air itu
datar. Jika permukaan air itu datar maka air laut yang ada di samudra luas
tidak akan berbentuk bulat mengikuti gravitasi bumi, akan tetapi kenyataannya
air di laut pun mengikuti gravitasi bumi, dengan artian memiliki ketinggian
sama di setiap lengkungan bumi. Jika bumi berbentuk bola maka airnya yang ditarik
juga akan bebentuk sebuah lapisan seperti bola. Dan inilah yang dibuktikan
ketika kita melihat kapal datang dari tengah laut, kita akan pertama kali
melihat layarnya dulu baru sedikit demi sedikit semua awak kapal akan terlihat.
Pemikiran ini akan menyanggah bahwa Waterpas bukanlah alat yang sesuai untuk
mengukur datarnya suatu permukaan karena air sendiri tidak besifat datar nol
derajat, tetapi mengikuti kelengkungan bumi.
Kemudian
pada ayat selanjutnya Allah berfirman:
Dan
Kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu
(QS. Yasin 42).
Ayat
ini mengisyaratkan bahwa selain Allah swt selain menciptakan kapal penumpang
yang besar dan bisa berlayar di laut Allah swt juga akan menciptakan sebuah
kendaran pembawa manusia yang semisal kapal. Hal ini terbukti dengan
ditemukannya pesawat terbang dan angkutan-angkutan transportasi modern dimana
alat itu dapat menampung beban besar seperti halnya kapal di laut.
Kemudian, apa bukti bahwa massa jenis dan gravitasi
adalah rahmat dari Allah swt? Dalam QS. Yasin 43-44 dituturkan:
Dan
jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka, maka tiadalah bagi
mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan.
Tetapi
(Kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk
memberikan kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika.
Dalam dua ayat di atas jelas disebutkan bahwa jika Allah
berkehendak pastilah kapal itu tidak lagi mengapung di air. Dengan kata lain
hukum Archimides tentang perbandingan massa jenis air dan kapal tidak akan lagi
berlaku karena semua itu atas kehendak Allah swt untuk menunjukkan rahmatnya
pada kita, agar kita bersyukur.
Penutup
Alquran
adalah mukjizat terbesar yang dianugrahkan Allah swt kepada Nabi besar Muhammad
saw. Kemukjizatan yang tidak terhenti oleh zaman ini membuktikan eksistensinya
dalam menghadapi tantangan dunia sains modern dengan pencerahan-pencerahan
tersembunyi di balik ayat-ayatnya. Ternyata ayat-ayat yang 14 abad lalu telah
banyak mengungkap penemuan-penemuan sains modern. Tak jarang dalam Alquran
Allah swt sering mengingatkan manusia untuk berfikir menalar Alam dan
kejadiannya seperti yang termaktub dalam QS. Yasin 33 sampai 44, yang secara
emplisit menerangkan tiga poin penting tentang kuasa Allah swt. Pertama,
tentang penghidupan bumi setelah massa kematiannya. Kedua, peredaran
falakiyah siang dan malam. Ketiga, hukum perbandingan massa jenis yang
berlaku pada perahu yang tidak tenggelam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar