Menu

Selasa, 09 Oktober 2012

Cerpen - Predator


predator

Amerika kupikir sama saja denngan Negara-negara lainnya. Penemuan-penemuan intinya juga sebenarnya dari Eropa dan Asia, dari Inggris, Prancis, Belanda dan yang lainnya, atau bahkan Islam juga memiliki andil besar dalam penemuan-penemuan itu. Tapi kenapa Negara sombong itu begitu ditakuti. Hanya berbendera beberapa bintang dengan garis-garis lurus, tak bersastra setinggi logo burung Garuda, malah jadi negara yang paling disegani di dunia. Renung hatiku waktu itu memikir seluk-beluk ketenaran Amerika. Mukaku kutundukkan menghadap lantai dengan kaki berjalan menuju kelasku, OSIC IPA dua, di MA-ku yang setingkat dengan sekolah SMA. OSIC adalah kepanjangan dari Organitation of Second IPA Class. Kami sengaja memberi nama kelas kami dengan itu.
IPA 2. Kata dua mengisyaratkan adanya kelas yang angka pertama. Berarti kelasku bukan kelas pertama, hatiku berfikir tak terima dengan pembagian kelas yang di atributi dengan angka. Dua apakah kalah dengan satu? Tidak, belum tentu dua kalah dengan satu, tapi kemungkinan juga kalah. Masalahnya aku tak tahu dasar apa yang digunakan untuk pembagian itu. Biasanya pembagian itu ditumpukan dengan dasar kemampuan, jadi mungkin saja kelasku, dua kalah dengan satu. Tapi akankah aku akan pasrah. akan kucoba lawan teori itu, akan kubuktikan dua tidak kalah dengan satu.
Deretan langkah kaki terus melangkah waktu itu. Berjalan menginjak lantai-lantai putih persegi yang mulus tak berporselin. Salah satu temanku berjalan mendampingiku berada di belakangku, entah siapa dia, aku tidak begitu ingat. Mungkin saja ia adalah si Amin teman sebangkuku yang lebih kerap bersamaku sambil kuajak bertukar pikiran berbagai masalah termasuk beberapa ide-ide bodohku yang terkadang aneh di pikiran orang lain.
Jepang, Cina, Korea. Temuan-temuan mereka tidak sedikit dalam tekhnologi. Bahkan boleh dibilang Cina memilki jasa besar dalam peradaban, karena dari negara tua itulah ide pena ditemukan sebagai alat menulis. Namun nama-nama mereka tak sekondang Amerika, aneh? Atau boleh dikatakan bahwa Amerika pernah terhina saat kalah total dengan Vietnam, namun nama kondang Amerika masih juga ditakuti. "Lalu apa yang membuat Amerika terlihat megah dan gagah?" Hati hatiku. Aku tak tahu entah di mana dan kapan pikiran ini muncul di otakku, akan tetapi ia sepertinya sering muncul saat aku berada di sekolahku, ketika menghadapi teman-teman sekelasku.
"Berani menjajah" itulah yang membuat Amerika disegani. Pertanyaan susulan meruntut menyusun hipotesis dalam hatiku. Berani bertingkah congkak dan sombong terhadap orang lain, lanjut hatiku waktu itu menafsiri ide bodohku yang mencoba mencari cara bagaimana membuat suatu kelompok bahkan negara disegani oleh negara-negara lain. Bertingkah buas walau sebenarnya lemah. Bertopeng api walau sebenarnya isinya hanya arang hangat atau bahkan cuma arang dingin.
Dengan samar di ingatanku aku mencoba memandang kembali waktu lampauku di Madarasah Aliyahku. Aku akan membuktikan teori itu. Akan aku buat kelasku berlagak hebat walau kenyataannya mereka hanya biasa-biasa saja bagiku. Kami orang IPA, pelajar yang lebih senang bertindak daripada sekedar bicara. Ini merupakan pendukung awal ideku untuk membuktikan itu karena mereka tak akan banyak membantah pada kemauanku. Jika aku reka-reka hal itu menjadi suatu yang rasional maka akal bisa menerima dan mereka akan bertindak sesuai ideku dan keebetulan juga saat itu aku ketua kelas di situ. Ditambah lagi kububuhi dengan mimpi-mimpi tujuan yang nantinya membanggakan ketika itu dicapai. Itu akan bisa lebih mempermudah dalam mengendalikan.
Kuajak mereka mengadakan kegiatan peneropongan bintang. Wow… terlihat hebat saat didengar. Ide ini muncul ketika beberapa ahir-ahir ini aku lihat gudang-gudang laboratorium penuh dengan alat-alat eksperimen. Kupikir akan sia-sia jika tidak digunakan. Ada alat-alat optic, mekanik GLB dan GLBB, rekaan organ manusia, dan yang paling mengesankan aku lihat ada teleskop nganggur di sana. Suatu ide bagus rasanya jika alat teropong bintang aku gunakan sebagai pemicu untuk bisa mempengaruhi teman-temanku.
Kuajak semua warga kelasku, dan hanya warga kelasku, untuk menyusun kegiatan ini. Dan ternyata mengagumkan hasilnya, mereka menyambut ideku dengan meriah. Kupikir, ternyata mudah juga mempengaruhi manusia dengan iming-iming teropong bintang itu. Padahal jika dipikir setiap malam pun mereka sebenarnya melihat bintang tapi kenapa begitu tertarik. Mungkinkah karena mereka ingin melihat benda cantik itu dari dekat? Padahal dalam pelajaran Tata Surya dikatakan bahwa bintang adalah suatu benda yang diselubungi api lahar seperti matahari. Indah dari jauh tapi menyengat dari dekat.
Kususun panitia dari kelasku, untuk kelasku. Walaupun IPA, asas demokrasi tetap berlaku di sini dan bukan teori evolusi Darwin yang kami gunakan, karena evolusi itu  adalah prinsip terlarang untuk manusia. Cukup kelasku, kuccgah campur tangan kelas lain, karena aku ingin mengangkat kelasku lebih tinggi dari kelas-kelas lain. Jika kelas lain ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini maka sama saja bohong. Aku tak bisa membuktikan ide teoriku. Pembuatan proposal kami buat cepat. Pendanaan pun disusun secara rinci dari kami dan untuk kami sendiri. Dengan biaya yang seminim mungkin tapi membuahkan hasil yang semaksimal mungkin. Kayak teori permodalan dalam ekonomi saja. Tak apa-apa, sesekali pinjam teori IPS untuk mengatur dana.
Rangkaian kegiatan aku tambahi dengan kegiatan-kegiatan lain. Jika peneropongan bintang adalah masuk dalam kategori Fisika yang mana hanya bisa dilakukan pada malam hari maka sorenya aku selingi dengan Kimia. Kimia, berarti bermain-main dengan barang-barang aneh yang cukup berbahaya atau bahkan memang benar-benar berbahaya, karena kemungkinan juga bisa meledak. Jika demikian, maka akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mempelajarinya, padahal tuntutanku berencana dengan waktu yang pendek. Kupikir tidak mungkin jika harus memasukkan eksperimen kimia pada kegiatan ini karena melihat mepetnya waktu, ditambah lagi sebenarnya kelas kami juga jarang atau tidak pernah melakukan otak-atik bahan-bahan bermolekul itu.
Aku temukan ide. Jangan eksperimen, akan tetapi kita adakan diskusi tentang eksperimen. Cukup mudah bukan? Hanya bermodal lidah. Selain itu juga aku bisa melihat perbandingan sebatas apa pengetahuan temanku dibanding dengan yang lain. Kuselubungi mereka tentang bahasan nuklir yang sekarang lagi marak-maraknya dikatakan sebagai sumber energi masa depan. Kumasukkan ide-ide pada temanku. Jika mereka kekurangan bahan bicara maka diam-diam sebelum acara, aku ajari sebagian dari mereka untuk bertanya, bagaimana jika ada suatu permasalahan yang begini dan begini? dan bagaimana solusinya? Sebagian yang lain aku kasih jawaban dari permasalahan itu. Jika ada yang bertanya begini-begitu nanti jawab saja dengan begini-begitu. Suatu peracikan rencana sebelum perang. Menempatkan pion-pion di sini untuk menyekak raja, jika dimakan maka dari jauh ster pemangsa bertidak sebagai penyekak dari jarak jauh yang lebih menakutkan.
Sore Kimia, malam Fisika, dan paginya Biologi. Eksperimen dengan Mikroskop. Kebetulan juga ada beberapa Mikroskop nganggur di laboratorium habis dibuat percobaan kemarin. Pinjam saja mikoskop itu, sekedar untuk melihat-lihat gambar penampang daun tumbuhan atau benda-benda kecil lainnya. Bahkan dalam kegiatan Bioligi ini, satu dari temanku ada yang nekat ingin melihat sel darah, ia lukai sendiri tangannya, entah digigit atau disayat pakai pisau aku tak begitu ingat, pokoknya dia korbankan sendiri darahnya untuk ia jadikan bahan percobaan. Senekat inikah orang-orang IPA?
Kegiatan selesai tinggal tunggu bagaimana nilai. Teman-teman selain kelasku merasa salut dengan kegiatanku ini. Sebelumnya, sebagian mereka ada yang ngotot ingin mengikuti kegiatanku ini, namun jika aku terima mereka ideku yang awal tidak akan bisa terbukti secara murni. Dari itu dengan terpaksa aku tolak mereka. Ditambah lagi, jika satu orang, dua orang aku terima maka yang lain bisa-bisa ikut-ikutan nanti. Lebih aneh lagi, sebagian mereka ada yang dari komunitas IPS, dan yang kuingat dari mereka adalah siswi IPS yang bernama Umi, cewek yang agak sedikit centil yang sering ngatain aku anak misterius. Entah apa maksudnya? mungkin uka-uka kali.
Lebih heboh lagi saat salah satu guruku ikut-ikut mencoba pamer dengan kegiatanku ini. Pasalnya saat itu kami mau mengurusi kegiatan kami yang tinggal beberapa hari lagi. Ternyata beberapa hari sebelum kegiatanku ini ada Ujian ahir kelas tiga. Aturan baru yang dicanangkan dalam ujian tahun ini adalah pengawasnya berasal dari sekolah lain. Nah, waktu itu guruku lagi berbincang-bincang menemani salah satu guru sekolah lain yang sedang mengawasi ruangan. Tiba-tiba saja ketika aku hendak lewat di halaman jauh dari depan pintu ruangan itu aku dipanggil. Aku yang waktu itu bersama salah seorang temanku pun menghampiri kedua guru itu. Lalu guruku bertanya tentang bagaimana persiapan peneropongan bintang kami. Kujawab saja insya Allah semua lancar dan berjalan sesuai rencana.
Penaku pun berjalan hingga aku menulis cerita ini. Berbagai wajah, akal, watak, dan buku kutelusuri. Aku menjadi radak kaget beberapa tahun kemudian setelah aku membaca, membuka-buka kitab yang di antaranya adalah karangan Ibnu Khaldun, Muqadimah-nya. Seorang Sosialis sekaligus cendekiawan muslim abad 14 M yang berdarah Hadromaut tapi hidup di Andalusia, Spanyol. Muqodimah-nya yang sangat monumental itu ternyata mencetuskan salah satu dari ide bodohku beberapa tahun yang lalu. Kutemukan suatu teori yang mempunyai makna persis dengan teoriku. Suatu kecocokan yang membanggakan antara kurun 14 M Ibnu Khaldun dengan eceran pikiranku abad dua satu.
"Umat yang ganas lebih mampu untuk menang dari pada yang lain[1]". Begitu kiranya arti kata salah satu teori Ibnu Khaldun. Ganas adalah suatu tindakan berani menunjukkan kehebatan pada yang lain dan mengalahkannya, walaupun sebenarnya di dalam keberanian itu ada suatu kelemahan atau ketakutan untuk bertindak.
Jika kita terus diam, kita akan cuma jadi korban jajahan dan korban keganasan. Indonesia terlalu lelap dalam tidur sehingga bagaimanapun jika mereka tak berubah menjadi ganas maka mereka tak akan menang. Dan ganas itu dimulai dari keinginan untuk ganas. Sekiranya butuh membanting macan agar ganasnya bisa bangun. Itu yang mungkin cocok untuk membangunkan negara Bhineka ini dari hinaan. Emas-emas kita dicuri kita diam saja hanya melongok. Coba andaikata kita menjajah pastilah kita akan lebih kaya dan tidak dihina. Kita berperang di jalan kebenaran melawan para pecongkak-pecongkak walaupun kita sebenarnya lemah. Andaikata kita menang kita akan mendapatkan kejayaan. Andaikata kita kalah kita akan mendapat kebanggaan untuk pantas dikenang sebagai pemberani memperjuangkan kebenaran. Jika kita terbunuh atau mati maka kita akan mendapatkan ampunan dan rahmat dari pemilik kebenaran. Jika kita mati atau terbunuh, toh hasilnya kita nanti akan sama-sama dikumpulkan dalam satu mahsyar[2].[]



[1] Ibarat dalam kitab Mukadimah Ibnu Khaldun :
 أن الأمم الوحشية أقدر على التغلب ممن سواها
[2] Terinspirasi dari QS. Ali Imran ayat 157-158

Tidak ada komentar:

Posting Komentar