Menu

Jumat, 21 September 2012

Petualangan Haedare di Lembah Kematian - 1


Mati Sebagai Ksatria
Kuda itu berlari kencang. Seorang pejubah hitam tampak merunduk terlihat remang-remang dalam hiruk pirik malam itu. Angin hutan mengguyur tapak-tapak kuda itu dengan begitu keras. Suara halilintar pun ikut menggelegar dengan dahsyat membuat kuda yang berlari itu ketakutan. Ringkikkan suara kuda pun terdengar begitu nyaring karena penunggangnya menarik pelana, berbelok memilih jalan di malam penuh hujan itu. Sebuah candi kecil terlihat. Sekerumun rumah pemukiman mulai terlihat di sudut dalam kawasan itu. Sambaran kerlap halilintar yang tampak seperti cahaya potret alam memperlihatkan sebuah papan kayu tua dengan tulisan kuno yang berate ini adalah desa adone. Benar, ini desa adone. Secepat mungkin sang penunggang kuda itupun mencengkram tali kendali yang ia pegang, menariknya cepat seakan tergesa-gesa ingin menyampaikan suatu perkara penting untuk desa. "tok!!tok!!tok!" Sebuah ketukan pintu meruntut cerita perjalanan penunggang kuda itu. Ia telah sampai di desa adone sekarang. tugasnya akan selesai setelah ini. mukanya tampak gugup penuh kecemasan malam itu. Hujan bercapur angin ricuh pun belum selesai mengguyur desa berpapan nama adone. Tepat tengah malam ketika seorang penjaga melihat seekor kuda mencurigakan berlari kencang, seketika para penjaga rumah pak lurah langsung mencegatnya. "aku ingin menyampaikan surat dari desa Tronorh", peunggang itu menjawab saat hendak diringkus oleh sekawan penjaga. Setelah melihat bebarapa bukti dari penunggang kuda itu ahrnya para penjaga percaya bahwa dia hanya seorang utusan antar desa. "ada apa, malam-malam begini membangunkan aku?" tanya pak lurah setengah ngantuk, terlihat rambut sebahunya yang bernatakan. "m,,maaf pak lurah. Ada utusan dari desa tronorh. Dia memaksa mala mini juga untuk menyampaikan suatu surat yang katanya sangat penting" jawab penjaga. "apa? Dari tronorh?" seketika pak lurah kembali ke dalam rumah mengambil baju kebesarannya lalu keluar menuju ruang penjamuan tamu. Pak lurah berubah wajah sekarang. ia berjalan begitu cepat. Ia terlihat begitu cemas setelah mendengar kata desa tronorh. Sebulan sebelum malam itu, ia pernah mengikuti perkumpulan rahasia antar desa yang rencananya akan mengadakan peperangan besar melawan kaum strobosh yang terkenal dengan monster-monsternya. Sepuluh desa dalam perkumpulan rahasian itu sepakat akan mengadakan perang besar, dan desa tronorh adalah pelopornya. Desa Tronorh lah yang mengatur setiap perjalanan perang. Pak lurah memasuki pintu penjamuan tamu di ruang istimewa desa Adone. Seorang lelaki berbadan basah kuyup terlihat duduk di ujung meja balok tiga meteran itu. Seketika laki-laki itu berdiri member hormat, setelah melihat pak lutah sampai ke ruang. Beberapa penjaga berpedang pun ikut member hormat. Pak lurah seperti raja do desa ini. "kenapa tak kau suruh dia ganti baju?" tegur pak lurah pada kepala penjaga setelah melihat utusan itu basah kuyup terguyr hujan. "dia tidak mau pak lurah, kami sudah menawarkannya" jawab penjaga tegar. "tidak apa-apa, aku sudah terbiasa begini. Surat yang kubawa lebih penting. Aku ingin menyampaikan surat rahasia itu. Hanya empat mata saja." Sahut utusan mulai terlihat serius aneh. Seluruh penjaga tiba-tiba saja spontan tegar. Mereka seakan mulai mencium bau kejahatan dari utusan itu. Seluruh penjaga kemudian memegang semua kepala pedang yang bersarung di pinggang mereka. Tak lama melihat hal itu tetua penjaga pun lalu berjalan menuju kursi pak lurah. Ia pun lalu merundukka kepalanya ke samping mulut pak lurah setelah pak lurah member isyarat akan membisikkan sesuatu. Tetua penjaga itu pun menggangguk-angguk membuat cengang suasana. Utusan desa yang duduk berlawan di ujung meja pun hanya berdiam, meruncingkan mata, bersiaga dengan hal-hal yang tidak diinginkan bisa terjadi. Bisa-bisa ia di sergap oleh para penjaga itu. "semua penjaga keluar!!" teriak tetua. Serentak para penjga kaget. Ternyata pak lurah memenuhi perysratan utusan surat itu. Langsung saja satu demi satu para penjaga keluar dari ruang penjamuan itu. Terahir penjaga yang keluar adalah tetua penjaga. Ia kunci pintu dari luar dan tinggal hanya dua orang saja yang berada di dalam ruang, pak lurah dan utusan dari desa tronorh. Desa loghes telah berhianat pada persetujuan Sepuluh Desa. Sedang musuh utama kita, bangsa Trhoth, telah berhasil menguasai pertahanan kiri desa kami. Monster-monster yang mereka bawa lebih ganas dari pada pertarungan antar desa 20 tahun yang lalu. sekarang kami hanya bisa mengandalkan beberapa desa saja yang masih setia pada perjanjian sepuluh desa. Beberapa hari yang lalu kami menangkap beberapa mata-mata dari desa Bortha dan Luoise. Kami curiga mereka akan ikut-ikut berhianat, jadi berhati-hatilah pada dua desa itu, terutama Negara Loghes yang telah jelas berhianat pada perjanjian agung sepuluh desa. Peperangan besar sebentar lagi pasti terjadi. Jangan biarkan bangsa Trhoth pemuja monster itu mengalahkan kita. Bangsa manusia harus tetap bertahan. Ini adalah bumi kita. Tempat kita besar dan berkembang di sini, terlahir sebagai ksatria. Jangan membuat nenek moyang menyesal karena telah melahirkan kita. Oleh karena itu, setelah surat ini sampai kepada anda. Seminggu setelah ini akan diadakan pemboikotan tentara-tentara baru. Aku harap anda setuju. Semua para pemuda desa akan dibina kemiliteran tentang berperang. Pusat pelatihan kemiliteran itu adalah desa Adone, desa anda. Lurah Tronorh; Slomoren. Utusan itu telah selesai membaca. Kertas kulit yang berisi surat rahasia itu telah ia sampaikan. Amanat yang diberikan akan selesai dengan ini. ia lipat lembaran kulit itu lalu ia masukkan k etas kain yang ia bawa untuk tempat-tempat surat antar desa, "apakah ada yang perlu anda sampaikan pada lurah desa tronorh?" tanya ustusan itu. Pak lurah terdiam duduk merenung dikursinya. Tangan kanannya memegang janggut menunjukkan dia sedang berfikir apa yang harus ia lakukan. utusan desa trononh pun hanya ikut-ikut diam, menunggu aba-aba dari pak lurah. "iya, aku setuju rencana pelatihan itu. Sampaikan aku masih tetap setia pada perjanjian sepuluh desa. Aku bukan pengecut yang harus berhianat pada kebenaran." Tegap pak lurah menjwab surat dari desa trnonh itu. "andai, petir naga masih hidup…" sahut utusan itu tiba-tiba, mengingatkan pada seorang kesatria kuno yang pernah berhasil mengahiri peperangan antar desa 20 tahun yang lalu. "petir naga telah tiada. Dia menghilang begitu aneh. Andai dia hidup pun dia pasti sudah sangat tua" jawab lurah tampak sangat susah, "sudah lah, yang terpenting kamu sampaikan apa yang aku katakana tadi" perintah lurah. "siap! setelah ini saya langsung berngkat menuju desa lorent, menyampaikan hal yang sama. Saya harus secepat mungkin karena pelatihan militer itu hanya tinggal seminggu lagi, jadi tak boleh di sia-siakan" jawab utusan itu. Tas suratnya sudah ia pakai. Pakaiannya pun sudah terlihat kering sekarang. ia harus berngkat mala mini juga. Bermalam di desa adone hanya membuang demi hal yang sepele. Peperangan besar sebentar lagi akan menumpahkan darah. Kegentingan ini lebih penting dari pada hanya tidur. Suara kaki kuda malam itu terdengar meninggalkan desa adone. Utusan memakai jubahnya dan menarik keras-keras tali pemandu kuda sehingga kuda kekar yang ia tunggangi menukik histeris malam itu. Setapak demi setapak kaki kuda itu pun menghilang keluar dari perbatasan desa adone. "Ikh..ikh..ikh..!! "hoose, ada apa? Kenapa kau berhenti ketakutan? Tanya utusan itu pada kudanya yang terlihat ketakutan setelah tampak dipertengahan jalan ada sekelompok bayangan hitam yang semakin mendekat, "heh, perampok?" gumam utusan itu tegar. "MAU APA KALIAN? Tanya utusan itu pada sekawan bertopeng yang sedang menghunuskan pedang-pedang mereka menghadang jalan. "serahkan surat desa tronoh pada kami, atau kubunuh kau!!" jawab salah satu lelaku bertopeng mengahatungkan pedang kea rah utusan itu. Halilintar tiba-tiba kembali bergelegar malam itu. Sekawan perampok tak dikenal telah menghadang utusan surat desa tronoh. Cekatan-cekatan potongan kilat petir menghias suasana terlihat semakin menyeramkan. "langkahi dulu mayatku" Utusan desa tronoh itu tiba-tiba terbang dengan kekuatan meringankan tubuhnya. Sembari mengambil pedang dan menghunuskannya untuk melawan para perampok itu. Ia terbang membentuk sebuak garis seperti lemparan peluru, setengah lingkaran. Tak berapa lama ia pun mendarat dengan cepat, siap melumat nyawa, dan mengasah pedang yang dua bulan ini lidahnya tak terbasahi darah. "aaakh.." satu perampok dapat ia tusuk ketika mendarat dengan jurus sayap elang. Sambil mengerahkan kekuatan kecepatan untuk mendarat ia secara tidak langsung mempersiapkan serangan pada lawan. Itulah yang menjadikan sayap elang ini agak ditakuti. "jangan takut, SERANG…!!!" teriak salah satu perampok diikuti yang lain. "hah, sangat banyak. Jumlah mereka melebihi 25 orang" gumam utusan itu setelah ia tahu beberapa perampok yang lain keluar dari balik semak pohon-pohon di samping jalan itu. "dander logen!!!" utusan itu tiba-tiba berteriak aneh. Diikuti sebuah monster banteng tiba-tiba muncul di sampingnya. Dengan cula tajam, bemata merah memegang palu baja, dan berbadan besi begitu menakutkan. Ternyata itu adalah ajian memanggil monster banteng. Semua peramok ketakutan. Tak sempat mereka bergerak, tiba-tiba monster banteng yang dipanggil utusan itu memukulkan palunya ke tanah hingga menggetarkan seluruh area pertarungan. Perampok-perampok itu tampak pontang panting. Langsung saja utusan desa tronoh mengerahkan jurus pedangnya di saat mereka sedang lengah. Jadi ketika monster banteng membuat gempa dan musuh Poyang paying inilah waktu yang tepat untuk membunuh musuh. Suara jeritan pun terdengar sadis. Ternyata utusan itu cukup hebat untuk dilawan. Memang sebagai utusan harus bukan orang sembarangan, karena ia harus bertarung dengan para pejahat-penjahat dari berbagai desa. "TIGER SANSOYA!!?" "herr…waaou…" tiga harimau berbaju api tiba-tiba muncul. Suasana semakin menegangkan dan menakutkan. Harimau itu berkulit api, dengan cakar panjang yang cukup untuk memotong kulit setebal 10 cm dalam satu kali sabetan. Salah satu dari perampok itu ternyata juga mengusai tekhnikh memanggil monster. Spontan tiga singa itu lalu menghabisi banteng yang dipanggil oleh utusan tronoh. Pertarungan antar monster pun terjadi. Gemparan raungan-raungan pertarungan berderu dengan penuh tegang. Sang utusan itu pun mulai kewalahan untuk melawan para perampok itu. Ia lihat monster bantengnya sudah di kepung tiga harimau berapi dan bahkan telah mencabik-cabiknya menjadi makan malam itu. Posisinya terpojok, tiada jalan lain kecuali menelusup ke hutan. "ayo kejar utusan surat itu, hidup atau mati" teriak sebuah suara mengomando para perampok. Sang utusan surat mempercepat langkahnya berlari. Untung pedang satu-satunya masih berada di tangannya. Dengan mellipat tas kain yang berisi surat ia terus berlari menelusup ke semak-semak hutan. "tunggu dulu! Suara itu? Iya, aku kenal suara itu" gumam utusan surat itu setelah berasil bersembunyi di sebuah semak belukar yang menurutnya aman. Beberapa perampok bertopeng itu tampak kesulitan mencarinya. Semua semak yang mereka temui dibabar dengan pedang seperti rumput. Tapi sepertinya persembunyian utusan ini aman menurutnya, "pengeran lois, benar, suara itu suara pengeran lois, anak lurah desa tronoh, desaku sendiri. Bagaimana mungkin dia berbuat demikian??ini suatu penghianatan. Aku harus tetap menjaga surat ini." "aaaaaakkk….!!!" Sang utusan tiba-tiba menjerit. Ternyata salah satu perampok telah menusuknya dari belakang saat ia lengah tadi. Tepat dibagian lambung perut tusukan itu. Secepat mungkin perampokyang menusuk itu pun ia babat dengan pedangnya di bagian leher dan spontan kepalanya melayang. Secepat mungkin utusan itu lalu berlari menahan luka pedang di perutnya. Tempat ini sudah tidak aman lagi. "hah? Jurang. Jalan buntu?" sang utusan mulai ketakutan. Hawa kematian tiba-tiba terdesir dihatinya. Apakah mala mini ia akan mati. Tidak, ia harus bertahan. Ia toleh seluruh penjuru delapan kanan kirinya. Tak ada jalan keluar lagi. Perampok-perampok itu telah mengepungnya seorang diri. Tak ada jalan lain selain melawan mereka sampai mati. "tidak, jangan sampai surat ini jatuh ke tangan para penghianat perjanjian agung sepuluh desa. Aku harus membuang surat ini, jangan sampai mereka mendapatkannya" Tak lama kemudian ia buang gulungan yang berisi surat rahasia itu ke jurang. Entah ditemukan orang atau tidak, itu urusan belakangan. Yang terpentign adalah jangan sampai mereka para perampok itu mendpatkanya. "aaaaaaaaa….!!!!!" Utusan itu menjerit mengibaskan pedangnya, berlari menuju kerumunan perampok yang sedang mengepungnya. Dalam keadaan bagaimana pun ia akan mati. Jika ia terjun ke jurang ia pun akan mati. Jika ke depan melawan perampok itu, kemungkinan besar pun ia akan mati. Tak ada jalan lain, mati sebagai kesatria lebih terhormat dari pada jadi pecundang yang bunuh diri tak ada guna. "biar aku yang menghadapinya" ucap suara salah satu perampok itu. "hah, benar. Itu pengeran lois. Kenapa ia jadi penghianat?" gumam utusan itu dalam larinya menuju kerumunan perampok yang menghadang di depannya, "aku tak kan peduli. Walau kau anak pemimpin desa. Aku takkan membedakan musuh-musuhku. Penghianat tetap penghianat, dan harus dimusnahkan.". "AAAAAA…..!!!" "syhhhttt…brek..dekk.dek" "aauu.." utusan itu menjerit kesakitan. Tangannya dilipat oleh pengeran lois ke belakang setelah berusaha menghantamkan pedangnya untuk menyerang. "kau kurang cepat, pak tua!!" ucap pengeran lois mengejek, "prajurit, ikat dia!!" Utusan itu tertangkap. Darah diperutnya semakin terlihat memerahi seluruh pakain sekeliling perutnya. Ia sekarang dalam keadaan terikat dan terluka. Tak lama setelah itu seorang perampok yang lain yang sepertinya adalah pemimpin kelompok itu mendatanginya. "dimana surat itu??" tanya lelaki bertopeng itu lembut. Sang utusan itu hanya diam. "AKU TANYA DIMANA SURAT ITU????KAU DENGAR??" terika perampok itu naik pintal. "cuih..!!" utusan itu tiba-tiba meludahi muka lelaki bertopeng itu. "DASAR KEPARAT!!!??". "jrepp..!!" sebuah tusukan belati mengenai perut utusan itu untuk yang kedua kali. Tak berapa lama kemudian mukanya merunduk dan tak bernafas lagi. Ia mati sebagai ksatria yang mengemban amanat. "cari di seluruh hutan ini. surat itu harus kalian temukan atau kalian akan bernasib sama dengan orang ini. cuhhh…!!" perintah pemimpin perampok itu sambil meludahi mayat utusan desa tronoh yang terkulas sudah tak bernyawa lagi. *** "haedare, dimana kau???" teriak sebuah suara perempuan memanggil kawannya. "aku di sini laela," jawab suara yang masih terlihat muda. "apa itu??" tanya laela. "aku tak tahu. Sepertinya sudah terjadi pertumpahan darah tadi malam" jawab pemuda yang bernama haedare itu, "tas kain ini penuh dengan percak darah. Ada dua kemungkinan, jika tidak orang sedang di mangsa harimau, berarti ada perang tadi malam" lanjut haedare. "sudah ah, jangan membuat aku merinding. Kita kan Cuma pencari kayu hutan. Jangan ikut-ikatan hal berbahaya seperti itu. Buang saja tas itu. Aku takut akan membuat masalah bagi kita" "tidak,laela. Firasatku mengatakan aku harus mengambil tas ini. aku harus mengembalikannya pada pemiliknya. Siapa tahu dengan mengembalikan nanti kita dapat upah. Kan lumayan buat tambahan jual kayu." "boleh juga." Jawab laela setuju, " kau yang bawa kayunya ya! aku sudah kumpulin di sana, di bawah pohon besar yang seperti biasanya." Lanjut laela menunjuk arah sebuah pohon di hutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar